Seleksi Dewas dan Direksi BPJS, Saatnya Transparansi dan Akuntabilitas
JAKARTA, sensornews.id - Proses seleksi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan serta BPJS Ketenagakerjaan periode 2026–2031 kembali menuai sorotan publik. Sebagai institusi yang menangani jaminan sosial bagi ratusan juta rakyat Indonesia, kredibilitas dan integritas proses seleksi menjadi sangat penting. Sayangnya, dalam pengamatan banyak pihak, proses seleksi kali ini justru meninggalkan banyak catatan yang mengkhawatirkan.
Pertama, keterlambatan pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) yang baru diresmikan pada 2 Oktober 2025, padahal masa jabatan Dewas dan Direksi berakhir pada Februari 2026, telah melanggar ketentuan Pasal 11 huruf (a) Perpres 81 tahun 2015. Keterlambatan ini bukan hanya persoalan administratif, tetapi juga menunjukkan kurangnya kesiapan dan komitmen terhadap prinsip transparansi serta akuntabilitas dalam proses seleksi.
Kedua, tidak dijelaskannya latar belakang kompetensi anggota Pansel menjadi sorotan tajam. Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 dan 15 Perpres 81 tahun 2015, anggota Pansel harus berasal dari tokoh masyarakat yang berpengalaman dan ahli di bidang ekonomi, keuangan, manajemen, dan lainnya. Tanpa penjelasan tersebut, publik berhak mempertanyakan kapasitas Pansel dalam menilai calon yang akan mengelola program jaminan sosial sebesar ini.
Ketiga, proses uji kompetensi yang dilakukan terlalu cepat—kurang dari 24 jam antara ujian dan pengumuman—menciptakan kecurigaan terhadap objektivitas penilaian. Hasilnya, calon-calon yang berpengalaman di bidang jaminan sosial justru tersisihkan, sementara proses seleksi sebelumnya memberi waktu lebih panjang untuk evaluasi mendalam. Hal ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap kualitas dan keadilan seleksi.
Keempat, metode wawancara yang dilakukan secara individu dan tertutup oleh masing-masing anggota Pansel, berbeda dengan periode sebelumnya yang dilakukan secara bersama-sama, justru menimbulkan kekhawatiran akan subyektivitas dan bahkan potensi deal-deal politik. Proses seperti ini berpotensi membuka ruang bagi praktik politik uang, di mana calon yang mampu menjanjikan uang lebih mudah lolos ke tahap berikutnya.
Publik berhak mendapatkan jaminan bahwa proses seleksi Dewas dan Direksi BPJS berjalan dengan adil, transparan, dan akuntabel. KPK dan Kejaksaan Agung perlu turut mengawal proses ini agar tidak ada ruang bagi kepentingan kelompok tertentu yang merugikan kepentingan rakyat. Seleksi pimpinan BPJS bukan hanya soal jabatan, tetapi soal masa depan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (Timboel Siregar)
