Headline News

"Menghadapi Perubahan Iklim dengan Transisi yang Adil: Membangun Jaringan Kerja Antar-Stakeholder untuk Masa Depan Kerja yang Berkeadilan"




JAKARTA, sensornews.id – KSBSI dan KSPI menyelenggarakan seminar Just Transition (transisi yang adil) pada tanggal 20–21 Oktober 2025 di Hotel Park Live, Mangga Besar, Jakarta

Seminar diikuti oleh seluruh federasi dari kedua konfederasi buruh tersebut.

Kegiatan ini bertujuan untuk membahas strategi dan langkah konkret dalam menghadapi transisi menuju ekonomi hijau yang adil, dengan menempatkan pekerja sebagai pusat perubahan. Para peserta seminar berdiskusi mengenai pentingnya menciptakan pekerjaan layak, memperkuat perlindungan sosial, serta mengembangkan keterampilan baru bagi tenaga kerja di era krisis iklim saat ini.


Seminar ini juga menekankan perlunya dialog sosial yang kuat dan kolaborasi antar-pemangku kepentingan untuk mewujudkan transisi yang berkelanjutan dan inklusif bagi seluruh pekerja di Indonesia.

Acara ini diharapkan dapat memperkuat solidaritas dan sinergi antara KSBSI dan KSPI dalam memperjuangkan kepentingan pekerja di tengah tantangan perubahan iklim dan ekonomi global.

Dalam sambutannya  Elly Rosita Silaban sebagai Presiden KSBSI menyampaikan terima kasih kepada DTDA ( Danish Trade Union Development Agency)

atas dukungannya kepada gerakan serikat buruh di Indonesia.


Dukungan tidak hanya dalam bentuk program, tetapi bentuk nyata dari komitmen bersama untuk membangun masa depan kerja yang berkeadilan di tengah tantangan global. 

Realitas yang tak bisa dihindari, yakni krisis iklim bukan lagi isu masa depan, tetapi sudah menjadi kenyataan yang kita hadapi sekarang.

Kenaikan suhu bumi, perubahan pola cuaca, dan kerusakan lingkungan membawa dampak langsung terhadap kehidupan dan pekerjaan jutaan pekerja di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Sektor-sektor seperti pertanian, perikanan, energi, transportasi, dan manufaktur menjadi yang paling rentan. Pekerja di sektor-sektor ini bukan hanya menghadapi risiko kehilangan pekerjaan, tetapi juga risiko terhadap kesehatan, penghasilan, dan keberlangsungan hidup keluarganya.


Inilah sebabnya mengapa transisi yang adil menjadi sangat penting.

Begitu juga transisi menuju ekonomi rendah karbon tidak boleh hanya berfokus pada aspek teknologi atau investasi, tetapi harus menempatkan manusia dan pekerja di pusat perubahan itu, serta memastikan bahwa transisi menuju ekonomi hijau tidak menciptakan pengangguran baru, tidak memperdalam kesenjangan sosial, dan tidak mengorbankan hak-hak pekerja.

Sebaliknya, transisi ini harus menjadi peluang untuk menciptakan pekerjaan yang layak, memperkuat perlindungan sosial, dan mendorong keterampilan baru bagi tenaga kerja.

Namun, mewujudkan transisi yang adil tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Dibutuhkan dialog sosial yang kuat dan partisipasi semua pihak — pemerintah, pengusaha, serikat buruh, akademisi, dan masyarakat sipil.

Karena setiap sektor memiliki karakteristik, kepentingan, dan tantangan yang berbeda. Misalnya, di sektor energi, transisi berarti pergeseran dari bahan bakar fosil menuju energi terbarukan;


di sektor industri, berarti efisiensi dan perubahan rantai pasok;

sementara di sektor pertanian dan perikanan, berarti adaptasi terhadap iklim ekstrem dan perlindungan terhadap komunitas pedesaan.

Setiap transisi ini harus disertai kebijakan yang melindungi pekerja, memperkuat dialog sosial, dan memastikan keberlanjutan usaha.

Kegiatan ini menekankan pentingnya membangun jaringan kerja (networking) antara pemangku kepentingan. 

Ketua Umum DPP-FTIA Efendi Lubis mengatakan mendukung dan mengapresiasi kegiatan DTDA ini.(Fahri)