Catatan Setahun Pemerintahan Prabowo
Hal ini diperparah dengan semakin maraknya PHK di sektor padat karya yang gagal dibantu Pemerintah seperti PT. Sritex Group, PT. Yamaha, dsb. Masuknya barang impor dari China menyebabkan barang lokal kalah bersaing di dalam negeri, lalu pengenaan tarif Trump juga mempengaruhi penjualan barang Indonesia ke pasar Amerika.
Iklim Investasi tidak diperbaiki dengan baik, yang menyebabkan investor luar negeri tidak mau masuk ke Indonesia. Kasus Pungli Perijinan Tenaga Kerja Asing (TKA), dan Pemerasan untuk sertifikasi K3 menyebabkan pejabat-pejabat Kementerian Ketenagakerjaan dirudung penangkapan oleh KPK. Demikian juga pungli dan korupsi di beberapa Kawasan industri dan daerah juga menyebabkan biaya tinggi yang akhirnya dikoversi ke harga sehingga produk barang kita tidak kompetitif. Demikian juga harga energi dan suku Bungan pinjaman yang tinggi juga mempengaruhi pembentukan harga barang dan jasa yang tinggi.
Lalu pembiayaan pemerintah dari APBN tidak juga focus untuk mengembangkan sektor produktif. Program MBG, koperaasi merah putih, sekolah rakyat yang anggarannya besar tidak diarahkan membuka lapangan kerja formal tetapi justru yang terbuka sektor informal.
Kondisi SDM kita yang belum memiliki Skill untuk memenuhi kebutuhan Dunia Usaha Dunia Industri sehingga Pemerintah membuka program Pemagangan Nasional, juga menjadi bukti bahwa perguruan tinggi tidak mampu menjawab kebutuhan dunia usaha dunia industri.
Kenaikan upah minimum 2025 sebesar 6,5 persen diperhadapkan pada inflasi di sektor pangan yang tinggi (mencapai 7 persen) dan item kebutuhan hidup layak lainnya menyebabkan daya beli pekerja menurun.
Survey Bank Indonesia menyatakan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK) mengalami penurunan, yaitu masuk zona pesimistis (di bawah 100), yakni di 92 di September, menurun dari 93,2 pada Agustus 2025. Ini artinya public pun pesimis lihat pembangunan ketenagakerjaan di era Prabowo yang sulit membuka lapangan kerja.
Tabik