Headline News

NEGARA DIAM, 12 AWAK KAPAL LCT CITA XX MASIH HILANG SEJAK JULI 2024.


JAKARTA, sensornews.id - Serikat Awak Kapal Transfortasi indonesi (SAKTI): Pemerintah Telah Gagal Melindungi Anak Bangsa di Laut dan sudah lebih dari satu tahun sejak kapal LCT CITA XX dilaporkan hilang kontak pada 17 Juli 2024 di perairan Papua, dengan 12 orang awak kapal dan penumpang di atasnya. Hingga kini, tidak ada titik terang mengenai status para awak kapal, dan negara belum memberikan kejelasan apapun kepada keluarga korban. (8/10/25)

Serikat Pekerja Pelaut SAKTI, bersama Lawyer Yogie Pajar Suprayogi dkk, telah melakukan berbagai langkah advokasi, mulai dari menyampaikan laporan ke DPR RI, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Markas Besar Polri, hingga Komnas HAM. Namun, belum ada langkah konkret maupun hasil penyelidikan yang mampu menjawab nasib 12 anak bangsa yang hilang tersebut. 

Pembiaran oleh Negara 

Ketua Umum SAKTI, Syofyan Razali, menyatakan bahwa sikap diam pemerintah merupakan bentuk pembiaran dan kegagalan negara dalam melindungi warganya di laut. 

“Sudah lebih dari setahun, tidak ada informasi resmi, tidak ada investigasi terbuka, dan tidak ada kejelasan bagi keluarga korban. Ini bukan hanya soal kecelakaan pelayaran, tapi kegagalan negara dalam menjalankan mandat konstitusional untuk melindungi setiap warga negara. Negara tidak boleh abai terhadap nyawa 12 orang yang hilang,” ujar Syofyan Razali di Jakarta, Rabu (8/10). 

Advokasi ke Komnas HAM 

Sebagai bagian dari upaya mencari keadilan, SAKTI bersama HRWG (Human Rights Working Group) dan Lawyer Yogie Pajar Suprayogi telah mengajukan pengaduan resmi ke Komnas HAM, yang diterima langsung oleh Ketua Komnas HAM, Ibu Anis Hidayah, di Ruang Rapat Asmara Nababan, Jakarta. 

Dalam laporan tersebut, SAKTI menyoroti adanya indikasi pembiaran oleh negara serta ketidakjelasan status kepemilikan kapal. Berdasarkan data, kapal LCT CITA XX masih terdaftar atas nama PT Tanjung Kumawa dalam SIUPAL, namun di lapangan kapal tersebut diketahui milik perorangan. Selain itu, terdapat sejumlah kejanggalan administratif dan dugaan pelanggaran prosedur pelayaran yang seharusnya menjadi perhatian serius Kementerian Perhubungan. 

Tuntutan SAKTI 

Melalui siaran pers ini, SAKTI mendesak: 

1. Kementerian Perhubungan segera membuka informasi resmi terkait hasil penyelidikan dan pencarian kapal LCT CITA XX. 

2. Membentuk tim investigasi independen yang melibatkan Basarnas, TNI AL, Polri, dan Komnas HAM. 

3. Melakukan audit administrasi dan status kepemilikan kapal untuk memastikan legalitas operasionalnya. 

4. Menjamin hak keluarga korban atas kejelasan status, santunan, dan kompensasi ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam regulasi pelaut nasional dan konvensi MLC 2006. Latar Belakang Kasus 

Kapal LCT CITA XX dilaporkan hilang kontak sejak 17 Juli 2024 di perairan Papua. Kapal tersebut membawa 12 orang awak kapal dan penumpang dan hingga kini belum ditemukan. 

Sejak kejadian, tidak ada pernyataan resmi dari pemerintah mengenai hasil pencarian atau investigasi. Keluarga korban hidup dalam ketidakpastian, tanpa kepastian hukum, dan tanpa dukungan nyata dari negara. 

Padahal, Indonesia telah meratifikasi Maritime Labour Convention (MLC) 2006 melalui UU No. 15 Tahun 2016, yang mewajibkan negara untuk menjamin keselamatan, kesejahteraan, dan perlindungan kerja awak kapal. 

Penutup 

“Kami minta Pihak Kepolisian Republik Indonesia, Kementrian Perhubungan Republik Indonesia dan jajarannya serius mengusut dengan tuntas kasus dugaan kecelakaan kapal LCT CITA XX yang memakan korban 12 Orang Awak Kapal. Kami melihat ada kejanggalan terkait hal tersebut karena kapal hilang kontak tanggal 17 Juli 2024, Pemilik kapal baru melaporkan peristiwa tersebut pada tanggal 20 Juli 2024 Pukul 15.30 WIT dengan isi laporan diduga dari Bapak Ezra muklis (081241837771), Jenis Kejadian Kecelakaaan Kapal, Lokasi Kejadian : 5°25'47.88"S/137°33'6.42"E, Waktu Kejadian : PD TW 15 juli 2024 pukul 13.00 WIT. Sampai dengan saat ini kasus yang ditangai Kepolisian Republik Indonesia dan Kementrian Perhubungan Republik Indonesia dalam posisi mandeg, diam ditempat, tidak ditangani secara professional, transparan, akuntabel dan procedural” tutur Yogi     

SAKTI menilai bahwa diamnya negara terhadap tragedi ini adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia, terutama hak atas perlindungan jiwa, hak atas informasi, dan hak atas keadilan bagi keluarga korban. 

“Kami tidak akan berhenti sampai ada kejelasan. 12 anak bangsa hilang bukan sekadar angka - mereka adalah manusia, pekerja, dan keluarga yang menunggu keadilan. Negara harus hadir,” tegas Syofyan Razali 

(Dir Op)