Mahkamah Konstitusi Mengabulkan Gugatan UU Tapera, Berdampak pada Pekerja dan Buruh
Seluruh pasal dalam UU Tapera tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, termasuk Pasal 7 ayat (1) yang menjadi "jantung" UU Tapera.
Pasal 7 ayat (1) yang mewajibkan pekerja menjadi peserta Tapera dinyatakan tidak sejalan dengan tujuan awal Tapera dan menggeser konsep tabungan sukarela menjadi pungutan bersifat memaksa.
Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban S.E M.Sos : "Ini kemenangan bagi seluruh pekerja, buruh, serikat pekerja, dan rakyat kelas menengah ke bawah. Buruh harus tetap optimis memperjuangkan haknya. MK telah memberi keadilan bagi kaum lemah."
Kuasa Hukum KSBSI, Harris Manalu : "Walaupun hanya enam pasal diuji, MK menyatakan seluruh UU Tapera inkonstitusional. Pasal 7 ayat (1) adalah jantung UU Tapera; pembatalannya membuat UU Tapera tidak dapat dijalankan secara keseluruhan."
MK memberi kesempatan kepada DPR dan Presiden untuk menyusun UU perumahan baru tanpa mewajibkan pekerja menjadi peserta, menyesuaikan dengan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Putusan ini menegaskan pentingnya perjuangan serikat buruh untuk keadilan konstitusional pekerja di Indonesia.
Putusan MK ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperbaiki kebijakan terkait perumahan dan kesejahteraan pekerja di Indonesia.
Pemerintah dan DPR diharapkan dapat menyusun kebijakan yang lebih pro-PEKERJA dan berkeadilan sosial.
Masyarakat pekerja dan buruh menyambut gembira putusan MK ini, karena diharapkan dapat mengurangi beban ekonomi pekerja dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Namun, ada juga kekhawatiran bahwa putusan ini dapat menimbulkan kekosongan hukum dan memerlukan waktu lama untuk menyusun kebijakan baru.
Putusan MK ini merupakan kemenangan bagi pekerja dan buruh di Indonesia, dan menegaskan pentingnya perjuangan serikat buruh untuk keadilan konstitusional pekerja.
Pemerintah dan DPR diharapkan dapat menyusun kebijakan yang lebih pro-pekerja dan berkeadilan sosial, serta memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan pekerja di Indonesia. (Fahri. Wakakonsolidasi DPP FTIA)