Dr. Rekson Silaban Usulkan Adopsi Konvensi ILO 131 untuk Penetapan Upah Minimum di Rakerwil KSBSI Sumut 2025
Dr. Rekson Silaban Usulkan Adopsi Konvensi ILO 131 untuk Penetapan Upah Minimum di Rakerwil KSBSI Sumut 2025
MEDAN, SensorNews.id – Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Sumatera Utara 2025 yang digelar di Grand Antares Hotel Medan pada 30 September - 01 Oktober 2025, menjadi wadah kolaborasi antara perwakilan serikat pekerja, pengusaha, akademisi, dan pemerintah provinsi. Bertema ‘Mencari Formula Penetapan Upah untuk Keberlangsungan Usaha dan Kesejahteraan Buruh’, acara dua hari ini menghadirkan masukan krusial untuk mengatasi isu upah minimum di tengah tantangan ekonomi. (01/10/25)
Dr. Rekson Silaban, tokoh buruh nasional dan Ketua Majelis Penasehat Organisasi (MPO) KSBSI, menekankan perlunya Indonesia mengadopsi Konvensi ILO Nomor 131 tentang Penetapan Upah Minimum (Minimum Wage Fixing Convention). Menurutnya, skema ini harus menjadi dasar universal untuk memastikan upah pekerja mencerminkan kebutuhan dasar, standar hidup layak, dan tingkat produktivitas.
“Idealnya kita kembali ke konsep dasar ILO yang universal. Upah minimum harus berdasarkan kebutuhan pekerja, standar hidup yang wajar, kecepatan kerja. Di sisi lain, pemerintah harus serius menjaga stabilitas ekonomi. Inflasi berkepanjangan berdampak langsung pada pekerja dan buruh,” ujar Dr. Rekson Silaban saat menyampaikan masukan di hadapan para peserta.
Ia juga mengusulkan konsep alternatif, di mana upah minimum ditetapkan oleh pemerintah, sementara upah perusahaan disepakati melalui perundingan bipartit antara pengusaha dan buruh. “Misalnya, upah pekerja di perhotelan bintang lima bagaimana mungkin sama dengan buruh di rumah makan konvensional ? Ini menjadi pekerjaan rumah bersama yang perlu segera diatasi,” tambahnya.
Dr. Agusmidah, yang mewakili Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Prof. Haposan Siallagan, menyoroti keseimbangan antara hak konstitusional dan realitas ekonomi. Mengacu pada Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak atas pekerjaan dan penghidupan layak, ia mencatat bahwa angka pengangguran di Sumut tahun 2025 mendekati 600.000 jiwa. “Dari kacamata pengusaha, upah besar boleh saja, tapi pertanyaannya: apakah tenaga kerjanya produktif atau tidak ?” tanyanya.
Agusmidah mengajukan tiga poin utama: pertama, kepastian berusaha bagi investor melalui regulasi pengupahan yang mempertimbangkan proyeksi usaha dan keuntungan; kedua, sistem upah yang menyesuaikan perkembangan ekonomi seperti inflasi; serta ketiga, pengupahan berbasis produktivitas melalui skema bipartit.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Sumatera Utara, Yuliani Siregar, yang mewakili Gubernur Sumut, menyerukan dialog terbuka. “Seharusnya ini berjalan beriringan. Pengusaha jangan hanya cerita rugi, serikat buruh juga jangan hanya tuntut kemauan sendiri. Kita tunggu masukkannya. Ayo duduk bersama dengan hati terbuka dan ikhlas,” katanya sambil tersenyum, disambut aplaus meriah dari undangan dan pengurus KSBSI kabupaten/kota di Sumut.
Penutup dan Harapan ke Depan Korwil KSBSI Sumut, Ramlan Hutabarat, menyampaikan apresiasi atas dukungan semua pihak yang membuat acara berjalan sukses. “Masukan-masukan ini diharapkan mewujudkan Sumatera Utara yang lebih baik. Keinginan serikat buruh dan pengusaha harus terakomodir melalui regulasi atau kebijakan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota,” pungkasnya.
Rakerwil ini diharapkan menjadi langkah awal bagi formula upah yang adil, mendukung keberlangsungan usaha sekaligus kesejahteraan buruh di Sumatera Utara.(Fahri)